INILAHCELEBES.ID - Belasan remaja itu hanya mampu tertunduk lesu. Mimpi-mimpi mereka untuk mendapatkan pekerjaan mapan kini tinggal kenangan.
Alih-alih mendapatkan gaji rutin bulanan, mereka bahkan terpaksa gigit jari lantaran harus menebus produk bernama Cakra sebagai syarat bisa menjadi keluarga besar bisnis multilevel marketing (MLM) Qnet.
Tahukah harga Cakra yang konon dipercayai bisa menyembuhkan penyakit itu? “Saya beli seharga Rp8 jutaan. Tapi, sampai sekarang juga belum saya gunakan. Masih terbungkus rapat di rumah,” ujar Irfan, salah satu remaja korban MLM Qnet saat menjelang proses evakuasi pemulangan dari penampungan di Dukuh Tegalruyung, Pelem, Simo, Selasa (18/7/2017) lalu.
Sebagai anggota Qnet dan pembeli Cakra, Irfan sebenarnya meragukan khasiat benda itu. Namun, ia tak mau peduli. Ia tetap beli benda itu betapa pun mahalnya. Baginya, benda itu diyakini bisa membalik kehidupannya menjadi lebih baik.
“Sekarang kamu sudah sadar belum, bahwa kamu ini sudah dicuci otak. Pekerjaan macam apa ini kalau cuma mengajak orang lain beli produk yang tak masuk akal,” cecar polisi yang ikut membantu proses evakuasi remaja itu.
Tak hanya Irfan, belasan bahkan puluhan remaja yang berada di penampungan itu juga bernasib sama. Bahkan ada pula yang remaja perempuan. Ada yang dari Pekalongan, Pacitan, Magetan, Semarang, Salatiga, Kendal, Ponorogo, Wonogiri, Sukoharjo, bahkan Kalimantan.
Mereka semua telanjur membeli benda seharga Rp8 jutaan itu dan belum dapat gaji atau bonus seperti yang diimpikan. Mereka hanya mendapatkan motivasi dan suntikan semangat agar pantang menyerang mencari pengikut agar bisa dapat bonus.
“Terkadang, pengurus Qnet bikin seminar rutin di hotel-hotel di Boyolali. Biasanya Rabu dan Jumat. Anak-anak remaja ini diminta mendengar ceramah motivasi,” lanjut polisi bagian intel tersebut.
Berhasilkah anak-anak itu dalam mengajak orang lain untuk ikut membeli produk Cakra itu? Sebagian besar gagal di jalan. Hanya satu-dua anak yang mengaku berhasil, itu pun mereka hanya menerima fee sekitar Rp1,5 juta untuk sekali jual.
“Untuk sekali jual produk, ada fee Rp1,5 juta,” kata anggota Qnet yang sudah senior, Erfan.
Anak-anak remaja itu tinggal di rumah penampungan itu sejak dua hingga tiga bulan lalu. Di sana hanya ada satu kamar mandi dan toilet. Untuk aktivitas mencuci, mandi, dan lain-lain, mereka harus bergantian.
Tak jarang mereka memanfaatkan fasilitas masjid kampung. Setiap periodik penghuni penampungan itu berganti. “Dulu pernah sampai 40-an orang. Banyak yang tak kerasan, lantas pulang,” ujar Ketua RT setempat, Suparman.
Camat Simo, Hanung Mahendra, mengambil langkah tegas. Ia memerintahkan penutupan lokasi penampungan itu karena menimbulkan keresahan berkepanjangan. Bersama warga, Satpol PP, polisi, serta TNI, anak-anak remaja itu dipulangkan ke orang tua mereka.
“Mereka ini anak-anak remaja lugu, baru lulus sekolah, dari jauh-jauh semua, hanya menjadi korban pekerjaan yang tak jelas. Saya melihat mereka saja tak tega. Di mana perasaan pengelola MLM ini,” tegasnya.
Kuasa hukum sekaligus staf ahli MLM Qnet, Hadiyono, mengaku tak gentar menghadapi jajaran Muspika Simo. Dia bahkan siap menempuh jalur hukum atas tindakan Muspika dan warga yang dinilai sewenang-wenang.
“Kami dibilang meresahkan, apanya yang meresahkan? Tempat kami bukan indekos, tapi kontrakan. Usaha MLM kami juga resmi, legal. Tapi, kalau ada anggota yang tak mau membeli dan mengembangkan perusahaan kami, ya tak akan dapat gaji,” terangnya. (*)
Sumber: http://www.solopos.com/2017/07/19/ini-kisah-para-remaja-korban-mlm-qnet-di-boyolali-834873