INILAHCELEBES.ID, MAKASSAR - Mengacu pada PKPU No. 11 Tahun 2017, tahapan Pemilu Tahun 2019 sudah berjalan, dimulai dengan tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu. Tahapan verifikasi yang menerapkan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) sebagai instrumen verifikasi bukanlah sesuatu yang baru.
Pada pemilu 2014, SIPOL sudah diberlakukan namun tidak bersifat wajib, sedangkan verifikasi Parpol pada 2019 KPU mewajibkan partai politik untuk melakukan pendaftaran peserta Pemilu melalui Sipol.
Sebagaimana diketahui, Sipol adalah proses pengumpulan data administrasi partai politik yang dibutuhkan untuk bahan verifikasi sebagai peserta pemilu. Langkah KPU dalam memunculkan Sipol sebagai upaya untuk menertibkan sistem administrasi partai politik. Selain itu, SIPOL dapat mendeteksi kegandaan dalam partai politik dan antar partai politik dan pengurus partai yang tidak memenuhi syarat (TNI, Polri, ASN, di bawah 17 Tahun, dan belum menikah).
Terkait hal itu, Kordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sulsel, Zulfikarnain menilai bahwa syarat wajib yang tertuang dalam PKPU No. 11 Tahun 2017 memiliki kelemahan hukum.
Legitimasi atas penggunaan Sipol masih dipertanyakan dan diragukan karena tidak diatur atau dimuat dalam UU No. 7 Tahun 2017.
"Faktanya KPU menjadikan SIPOL sebagai syarat wajib. Cara pandang KPU tersebut bisa saja dinilai sebagai langkah berkemajuan, namun perlu diingat bahwa KPU harus bekerja sesuai dengan perintah Undang-Undang. SIPOL yang diterapkan KPU jelas berpotensi menyalahi aturan perundang-undangan," ujarnya.
Sistem yang berupaya mempermudah dalam melakukan verifikasi, tidak boleh menerobos sistem yang berlaku dan memberatkan peserta Pemilu dalam melakukan pendaftaran sebagai peserta pemilu.
“Selain sistem SIPOL tidak ada payung hukumnya, SIPOL juga tidak dapat diakses publik sehingga melemahkan partisipasi publik dalam verifikasi parpol yang berpotensi adanya kongkalikong antara calon peserta pemilu dan penyelenggara," paparnya.
Sementara, Bawaslu sebagai lembaga negara yang salah satunya berfungsi mengawasi setiap tahapan, termasuk verifikasi parpol dilakukan dengan standar gerakan pengawasan yang lemah.
"Karena sampai saat ini belum ada Perbawaslu yang mengatur bagaimana cara mengawasi verifikasi parpol sebagai rujukan pengawasan yang akan dilakukan. Kondisi nyata belum adanya Perbawaslu verifikasi parpol menjadi indikator bahwa Bawaslu lalai dalam hal pengawasan terkait terbitnya PKPU tentang SIPOL,” terang Zul, sapaan akrab Zulfikarnain.
Selain itu, Bawaslu dinilai tidak menjalankan tugas utama sebagai lembaga pengawas Pemilu, tahapan sudah berjalan namun Bawaslu belum mempunyai pedoman pengawasan dalam hal ini Perbawaslu yang mengatur tentang tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu.
"Tentu kita sebagai masyarakat sipil berhak bertanya, bagaimana mungkin sebuah lembaga pengawas pemilu bisa menjalankan tugas pengawasan kalau peraturan bawaslu belum ditetapkan?," pungkasnya.
Untuk itu, JPPR Sulsel mendesak KPU harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan. Mencabut peraturan KPU yang mewajibkan SIPOL sebagai instrumen verifikasi. Meminta KPU harus memiliki alternatif mikanisme pendaftaran secara manual. Meminta bawaslu untuk hadir mengawasi dengan mikanisme dengan prosedur yang benar. Meminta Bawaslu segera menerbitkan Perbawaslu verifikasi parpol. (*)