INILAHCELEBES.ID, WAJO – Kelangkaan gas elpiji 3kg di Kabupaten Wajo kian menjadi-jadi. Tidak hanya langka, konsumen pun terpaksa harus merogoh kantong lebih dalam lagi dari biasanya. Pasalnya, harga yang diberikan oleh pihak pangkalan dan pengecer jauh di atas dari Harga Eceran Tertinggi (HET).
Akibatnya, banyak warga Kabupaten Wajo yang merasakan dampaknya. “Sudah langka, mahal lagi”, ungkapan itu seringkali terdengar dari keluhan warga, utamanya warga kurang mampu yang sehari-harinya menggunakan gas bersubsidi itu untuk keperluan dapur.
Menyikapi hal itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wajo tidak mau tutup mata dengan kondisi yang dianggap sangat merugikan warga. Untuk itu, sejumlah anggota DPRD Wajo melakukan kunjungan ke Pertamina Makassar pada Jumat (24/8/2018) kemarin.
Sejumlah kesimpulan dihasilkan dari pertemuan antara DPRD Kabupaten Wajo dan Pertamina Makassar itu. Dari pertemuan itu, poin pertama, pihak Pertamina menyatakan tetap berkomitmen akan menindaki dan memberikan sanksi kepada agen LPG yang terbukti melakukan pelanggaran.
“Kedua, Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengeluarkan regulasi. Pertamina siap mensupport regulasi tersebut. Hal itu terkait usulan Ketua Komisi II Asri Jaya A latif supaya pemerintah daerah melakukan distribusi tertutup, yakni dengan menggunakan kartu rumah tangga miskin,” ungkap anggota DPRD Wajo, Andi Gusti Makkarodda (AGM).
Selanjutnya di poin 3, papar AGM, permasalahan distribusi LPG sebahagian besar dilakukan oleh Pengecer. Dalam pertemuan itu, PT Pertamina (Persero) Domestic Gas Region VII menilai permasalahan adanya di tingkat pengecer.
Pemerintah Kabupaten Wajo juga didesak agar menyampaikan kepada Pemerintah Pusat terkait tambahan kuota untuk mempertimbangkan sektor pertanian. Hal ini karena adanya informasi dari sejumlah masyarakat yang menyebutkan, sebagian petani juga menggunakan gas elpiji tersebut untuk keperluan irigasi.
“Kemudian, setiap pangkalan dibatasi melakukan penjualan tabung sebesar 150 tabung per hari dan 70%-nya harus disalurkan ke masyarakat langsung. Pertamina memberikan kewenangan kepada Pemda untuk meminta laporan realisasi penyaluran dan pengawasannya,” lanjut AGM.
Politisi partai Nasdem ini mengungkapkan, data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Kabupaten Wajo 101.000 Kepala Keluarga (KK). Artinya, dengan kuota yang ada, per KK bisa mendapat 3 tabung gas elpiji 3 Kg per bulan.
Selain itu, dari pertemuan itu memutuskan, untuk pangkalan LPG akan diwajibkan menyediakan LPG Non PSO (non subsidi), seperti Brand Elpiji dan Bright Gas kemasan 5,5 kg dan 12 kg.
Pertemuan itu juga mensinyalir, kelangkaan gas elpiji 3 kg ini mengindikasikan bahwa tabung tersebut diduga akan dijual di luar wilayah penyaluran.
“Saat ini di Wajo ada lima agen, yakni PT. Ahmad Putra, PT. Wajo Harapan, PT. Atika Rupadatu, PT. Arupadatu, dan PT. Dutana Wajo Gas. Agen inilah yang membuka pangkalan untuk melakukan penjulan ke konsumen. Nah jika ada pangkalan yang menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), maka itu melanggar regulasi,” tegas Andi Gusti.
Kuncinya, kata dia, ada di Pemerintah Daerah. Dia berharap Pemerintah Daerah Wajo segera melakukan upaya normalisasi distribusi. Jika mekanisme berjalan sesuai regulasi, maka tentu harga akan segera normal.
“Agen distribusi ke pangkalannya masing-masing, maksimal 150 tabung per pangkalan. Pangkalan harus menjual sesuai HET yang telah ditetapkan oleh Pemda, yaitu Rp 15.500 dan jangan menjual tabung gas terlalu banyak ke pembeli (pengecer) atau dahulukan ke rumah tangga,” pungkasnya.
Dalam pertemuan itu, Komisi II DPRD Wajo yang hadir adalah Asrijaya latif, Aminuddin, Andi Gusti Makkarodda, Andi Ratulangi Rustam, H Rizaldi A. Odda, Arifin Musba, Sumardi Arifin, Andi Risadi, dan Andi Yusri. Dari pihak Pertamina dihadiri oleh Isfahani (Manager Domestic Gas), Eddy Wibowo, M. Roby Hervindo, dan Cakra Igbal. Turut hadir pula perwakilan Pemda Wajo, Andi Musdalifah.
(Advertorial Humas dan Protokoler DPRD Wajo)