INILAHCELEBES.ID, Wajo – Dalam sebuah ungkapan disebutkan, “Perempuan adalah Tiang Negara”. Hal itu terlahir karena melihat besarnya peranan perempuan dalam suatu negara.
Hal itu pula yang mendorong Dosen STIA Prima Sengkang, Asmanurhidayani untuk menjadikannya sebuah penelitian yang selanjutnya dituangkannya ke dalam isi disertasi yang ia beri judul “Efektivitas Kepemimpinan Perempuan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo”.
Asma, yang juga selaku owner Apotek Pelangi Sengkang ini, telah lulus dengan baik dalam promosi gelar Doktor pada jurusan Public Administration di Universitas Negeri Makassar (UNM), Selasa (25/9/2018) yang lalu.
Dalam disertasi itu, terdapat Novelty (nilai kebaruan/temuan), yaitu Prototype model CRAB Efektivitas Kepemimpinan Perempuan.
“Dalam penelitian ini saya mencoba mengkolaborasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam kepemimpinan perempuan di Kabupaten Wajo melalui 7 indikator kepemimpinan menurut Edwin Locke, yakni the Essensial of Leadership serta gaya kepemimpinan partisipatif dan demokratis yang dituangkan dalam sebuah prototype model CRAB Efektifitas Kepemimpinan,” paparnya.
Dalam Bab I Pendahuluan, bagian Latar Belakang pada halaman 1 dalam Disertasi yang telah dipersentasekannya, Asma menuliskan, kehadiran UU No 7 Tahun 1984 memberikan isyarat bahwa menghapuskan segala macam bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan sekaligus merupakan indikator terhadap penerimaan atas konvensi PBB yang bertujuan menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Secara normatif, Asma juga memaparkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pasal 49.
“Tetapi alasan pribadi saya, adalah: pertama, secara konseptual, tulisan tentang perempuan itu (dalam study gender) semakin berkembang sejak lahirnya Women Liberation Movement. Secara praktis saya melihat kepemimpinan perempuan di Wajo bukanlah sesuatu hal baru. Wajo dikenal demokratis jauh sebelum jaman sekarang yang ditandai dengan lahirnya pemimpin perempuan pada jaman itu,” ungkapnya.
Secara pribadi, lanjut Asma, perempuan sebagai agen of change. Menurutnya pula, perempuan sebagai madrasah utama bagi anak-anaknya. Untuk itu, sebuah bangsa yang besar tercipta dari kualitas sumberdaya manusia dalam masyarakat sebagai warga negara. Pastinya dimulai dari sebuah keluarga yang berkualitas pula dan itu tidak lepas dari tanggung jawab seorang ibu.
“Untuk itu, perempuan harus diberi kesempatan untuk berkontribusi. Namun, secara kodrati tetap tanggung jawab sebagai perempuan ada di pundaknya,” tegasnya.
Asma menuturkan, dirinya bisa meraih gelar Doktor tersebut, selain karena perjuangannya yang sungguh-sungguh, juga tidak terlepas dari dukungan penuh dari sang suami, Fery Surachmat. Baginya, kehadiran sosok suaminya dalam memberikannya dukungan, merupakan motivasi besar dalam melewati berbagai tantangan demi meraih gelar Doktor tersebut.
“Asumsi beliau (suaminya, red), ketika perempuan memiliki potensi, maka laki-laki (suami) harus memberikan supportnya, mengarahkan untuk bisa sampai pada sebuah cita-cita. Makanya, kalau ada ungkapan di belakang laki-laki sukses, ada perempuan yang hebat, maka saat ini saya mau mengatakan, di balik wanita berprestasi, ada laki-laki hebat di belakangnya. Hal ini juga tidak terlepas dari doa orangtua, mertua, dan orang yang ada di sekitar saya,” tuturnya.
Saat proses penyelesaian studi, ada hambatan yang tidak mudah untuk dilewati dan seringkali membuatnya hampir menyerah. Tetapi, tekad yang kuat menjadikan hambatan sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapinya.
“Satu hal yang ingin saya tekankan bahwa semakin mandiri perempuan semakin bisa diandalkan untuk bekerjasama,” pungkasnya.
Laporan: Fhyr