INILAHCELEBES.ID, Makassar – Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin dalam sambutannya yang dibacakan oleh Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI H. Nizar Ali mengatakan, dalam perspektif Kementerian Agama, jemaah harus dijadikan sebagai bagian dari penyelenggaraan haji.
“Bukan hanya sekedar customer. Sehingga timbul rasa memiliki dan keinginan menyukseskan penyelenggaraan haji,” ujar Menag yang disampaikan M Nizar saat membuka kegiatan Jagong Masalah Umrah dan Haji (Jamarah) bersamaan dengan Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Haji Khusus di Sulawesi Selatan di Makassar, di Phinisi Ballroom Claro Hotel, Senin (17/12/2018).
Untuk itu, lanjut Menag, menjadi sangat penting bagi semua pihak yang ikut serta untuk membuka ruang komunikasi, ruang berbicara, mendengarkan, dan berpendapat.
“Kata kuncinya, jika ingin memberikan layanan terbaik bagi jemaah, maka kita harus bertanya apa keinginan jemaah, berpikir sebagai jemaah, menempatkan posisi kita sebagai jemaah, dan membuka saluran kritik dan masukan dari Jemaah,” ujarnya.
Ia menjelaskan, ruang bicara, mendengarkan, dan berpendapat dapat dibuka dengan berbagai cara. Membuka saluran pengaduan dan menyiapkan sarana konsultasi, baik secara fisik maupun maya, konvensional maupun elektronik.
“Termasuk apa yang kita lakukan hari ini. Jamarah. Jagongan Masalah Haji dan Umrah. Mengemas ruang bicara, mendengarkan, dan berpendapat dengan suasana yang lebih santai tetapi tetap bernas. Dan saya sangat mengapresiasi kegiatan ini,” katanya.
Dirjen PHU yang juga mantan Kakanwil Kemenag D.I. Yogyakarta juga menyampaikan bahwa di tahun 2019 Kemenag RI sudah mencanangkan 8 Inovasi pada pelaksanaan Ibadah haji yang tujuan utamanya untuk memberikan kemudahan dan pelayanan maksimal bagi jemaah haji kita yakni :
“Pertama, fast track (jalur cepat) imigrasi, akan diberlakukan kepada seluruh jemaah di 13 embarkasi,” ungkap Menag saat Exit Meeting Evaluasi Sementara Operasional Haji 2018, Rabu (29/08) malam di Jeddah. Menurut Menag, pembentukan kelompok terbang (kloter) jemaah akan dilakukan sejak awal.
“Konfigurasi manifest di pesawat sudah diatur, berdasarkan regu dan rombongan, tidak diserahkan kepada daerah,” tandas Menag. Berdasarkan evaluasi tahun ini, kebijakan pengaturan sejak awal itu dilakukan agar jemaah tidak terpecah saat memasuki jalur cepat imigrasi.
Kedua, sistem sewa hotel di Madinah seluruhnya akan menggunakan full musim. Langkah ini diharapkan bisa mengatur dan memastikan penempatan jemaah sejak awal. “Kita mulai berusaha meminimalkan ketergantungan dengan majmuah,” imbuh mantan Wakil Ketua MPR ini.
Ketiga, terkait dengan Armuzna. Pada tahun ini jumlah tenda sangat terbatas, bahkan ada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang mengkapling tenda. Dibutuhkan kejelasan dan ketegasan sikap petugas dan kedepan tenda harus ada nomor, sehingga tidak ada lagi saling klaim. Keempat, yang tidak kalah penting menurut Menag adalah revitalisasi Satuan Tugas Operasional Armuzna. Tahun depan menggunakan pemetaan yang jelas, kualifikasi, komposisi dan jumlah petugas setiap pos.
Kelima, Menag menilai jemaah memerlukan panduan yang intinya mempermudah ibadah haji. Ibadah haji semestinya dipermudah, jangan dipersulit. Ibadah haji dapat menggunakan pendapat yang paling mudah sepanjang ada landasannya.
“Keenam, intensifkan sistem laporan haji terpadu, pelaporan dengan cara manual harus segera ditinggalkan,” ungkapnya lagi. Menag meminta agar sistem pelaporan dengan aplikasi harus segera dibangun. “Sistem informasi harus terintegrasi dengan kloter maupun non-kloter,” tambahnya.
Ketujuh, strukturisasi kantor daerah kerja (daker). “Kantor daker harus segera bisa dioptimalkan dengan sistem layanan terpadu sehingga setiap orang dapat terlayani dengan baik,” Menag mengingatkan.
Terakhir ke delapan, Menag meminta bidang kesehatan diperhatikan dari hulu. “Saya ingin rekam kesehatan jemaah terintegrasi dengan sistem aplikasi terpadu, juga monitoring kesehatan jemaah haji sejak awal dilakukan,” tandasnya.
Laporan: Wardy
Editor: Fhyr