INILAHCELEBES.COM, Wajo – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Wajo menggelar Rapat Paripuna yang dipimpin oleh Ketua DPRD Wajo, Andi Alauddin Palaguna dan dihadiri Bupati Wajo, Wakil Bupati Wajo, Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II DPRD Wajo, para anggota DPRD Wajo, dan sejumlah Kepala OPD, Jumat (14/8/2020).
Dalam Rapat Paripurna tersebut, Fraksi DPRD Wajo memberikan pandangan umum terhadap 3 Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Ketiga Ranperda yang dimaksud, yakni Pokok-pokok Keuangan Daerah, Penyelenggaraan Sistem Eletronik Perizinan dan non perizinan, dan Perubahan Kelima atas Perda Kabupaten Wajo Nomor 30 tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Menjawab pandangan umum Fraksi DPRD Wajo, Bupati Wajo Amran Mahmud memulai dengan menjawab dan menanggapi Fraksi Gerindra yang mempertanyakan jangka waktu Pemda melakukan penyiapan infrastruktur dan SDM pendukung serta target penentuan pelaksanan Ranperda pelaksanan Ranperda tentang penyelenggaraan Sistem Eletronik dalam Perizinan dan Non Perizinan untuk diimplementasikan pelaksanaannya.
“Pengadaan infrastruktur dan upaya peningkatan kualitas SDM petugas pelayanan perizinan dan non perizinan secara elektronik, keduanya dianggarkan pada APBD tahun 2021. Kami menargetkan tahun 2021 Perda tersebut sudah dapat diimplementasikan,” jelasnya.
Untuk Fraksi Wajo Bersatu yang mempertanyakan langkah dan inovasi dari Pemerintah Daerah untuk meningkatkan obyek penarikan untuk meningkatkan pendapatan daerah, Amran mengatakan, peningkatan retribusi daerah dilakukan melalui strategi intensifikasi, yaitu mengoptimalkan penguatan jenis retribusi yang telah memiliki Perda dan mencegah tingkat kebocoran oleh juru tagih dan melakukan penyesuaian tarif retribusi yang lama.
Sementara, Fraksi Nasdem mempertanyakan adanya beberapa objek yang dihapus dan diubah pada Ranperda tantang Perubahan Kelima atas Perda Kabupaten Wajo Nomor 30 tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Hal tersebut tidak dapat disandingkan dengan Perda induk yakni Perda Nomor 30 tahun 2011 tentang Retribusi kekayaan daerah Karena Perda tersebut tidak ditemukan lampirannya.
Amran Mahmud mengatakan, Perda Nomor 30 tahun 2011 ini memang tidak memiliki lampiran karena struktur tarif retribusi berada pada batang tubuh Perda yang tercantum pada Bab VI pasal 10.
Kemudian pada tahun 2016, lanjutnya diadakan perubahan keempat atas Perda nomor 30 tahun 2011 dan telah tercantum struktur tarif pada lampiran perda tersebut. Perda inilah yang menjadi dasar atau perbandingan dalam penyusunan Ranperda perubahan kelima atas Perda Nomor 30 tahun 2011 tentang Retribusi Kekayan Daerah.
Sementara Fraksi PAN yang meminta penjelasan terkait ksesuaian antara Penyelenggaraan sistem elektronik dalam perizinan dan non perizinan dengan Perda nomor 12 tahun 2017 tahun 2017 tentang perizinan dan non perizinan.
Amran menjelaskan bahwa kesesuaian antara Ranperda penyelenggaraan sistem eletronik dalam perizinan dan non perizinan dengan Perda nomor 12 tahun 2017 tentang perizinan dan non perizinan telah tercantum dalam Ranperda pada Bab ketentuan peralihan pasal 60 ayat 2 yang berbunyi produk hukum daerah tentang penyelenggaraan PTSP sebelum berlakunya Perda ini dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan produk hukum baru berdasarkan Perda ini.
Terkait dengan alasan penghapusan retribusi tanah koti, Gedung SKB, pelataran samping Terminal Atapange, Amran menjawab, penghapusan retribusi tana koti dilakukan karena sudah tidak memiliki obyek untuk ditarik retribusinya. Hal ini terjadi karena objek tersebut mengalami peralihan kepemilikan dan/atau petugas mengalami kesulitan dalam penagihan retribusi tersebut berdasarkan hasil rapat evaluasi antar perangkat daerah terkait pada tanggal 20 Juli di Kantor BPKPD Kabupaten Wajo.
Untuk penghapusan objek gedung SKB dilakukan karena bangunan gedung tersebut mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa lagi dilakukan penarikan retribusi terhadap objek tersebut.
“Sementara penghapusan objek retribusi pelataran samping terminal Atapange dilakukan dalam rangka perubahan nama obyek menjadi pelataran di sekitar sub terminal se-Kabupaten Wajo. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa penggunaan pelataran terminal bukan hanya pada Terminal Atapange tetapi mencakup semua pelataran terminal di Wajo,” jelasnya. (Adv)