INILAHCELEBES.COM, Sengkang - Lembaga Pelita Hukum Independen (PHI) Kabupaten Wajo mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten, Selasa (16/02/21).
Kedatangan PHI Wajo yang dipimpin langsung ketuanya, Adv
Sudirman guna mempertanyakan kelanjutan dugaan kasus pencabulan yang dilakukan
oknum Kepala Desa Lempong, AK, terhadap salah seorang mahasiswi yang melakukan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di desa itu.
Ketua PHI Wajo, Adv Sudirman menegaskan, jika kasus ini
tidak kunjung ada kejelasan bahkan tidak dilanjutkan, akan membawa dampak buruk,
bahkan ada peradaban baru yang akan tercipta di Kabupaten Wajo.
“Jika kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh oknum
Kades Lempong ini tidak lanjut kasusnya, akan ada peradaban baru di Wajo. Kasus
ini akan menjadi contoh bagi lainnya, bahwa jika kita mencium seorang
perempuan, biarpun keduanya mengaku namun tidak ada saksi dan barang bukti, maka
kita tidak akan diproses hukum,” sesalnya.
Kekhawatiran Advokat ini cukup beralasan, pasalnya berkas
BAP yang disampaikan penyidik kepolisian kepada jaksa Kejaksaan Negeri Wajo
belum mendapatkan P21.
Menurut Sudirman, sudah 2 kali Jaksa mengembalikan berkas ke
penyidik untuk diperbaiki dengan alasan belum memenuhi unsur.
“Sudah 2 kali berkas BAP dikembalikan Jaksa dengan alasan
belum lengkap atau belum memenuhi unsur, sehingga menimbulkan pertanyaan.
Kadang Jaksa beralasan jika tidak ada saksi yang melihat kejadian, kadang juga
beralasan belum terpenuhi unsur kekerasannya,” ujarnya.
Padahal, kata dia, masalah pembuktiannya sudah jelas, korban
dan pelaku sudah mengakui perbuatannya, 2 saksi ahli, yaitu ahli bahasa dan
ahli pidana juga sudah memberikan keterangan dalam BAP, bahwa telah terjadi
tindakan pidana pencabulan.
“Dalam pasal yang disangkakan yaitu pasal 289 KUHP harus
disertai dengan unsur kekerasan, dan itu juga sudah terpenuhi, karena ada aksi
saling tarik menarik saat AK mencium korban,” jelasnya.
Sudirman menilai kasus ini perlu mendapat perhatian karena
pelakunya adalah kepala desa yang merupakan ujung tombak pemerintahan,
sementara korbannya adalah perwakilan akademisi yang sedang melakukan tugasnya
di Desa Lempong.
“Bupati Wajo tidak boleh diam, seharusnya Kepala Desa
Lempong diberi sanksi tegas,” ujarnya.
Sementara Kanit Lidik 3 Sat Reserse Polres Wajo, Iptu A. Irfan Fahri, yang hadir mewakili Kapolres Wajo, mengaku sudah memproses kasus ini sesuai dengan prosedur yang ada.
Menurut Irfan, penyidik sangat serius dan berhati-hati
menangani kasus ini. Penyidik sudah bekerja ‘berdarah-darah’ untuk
mengantisipasi hal-hal yang dapat terjadi di belakang hari.
“Selaku penyidik kami sangat yakin, kasus ini sudah memenuhi
unsur, 2 alat bukti sudah ada, kita juga sudah meminta keterangan saksi ahli
bahasa dan ahli pidana,” ujarnya.
Bahkan lanjut Irfan, sebelum masuk tahap penyidikan, 4 kali
dilakukan gelar perkara untuk mendalami kasus ini.
Tapi, kata Irfan, keyakinan penyidik, tidak sama dengan keyakinan
Jaksa, sehingga berkas ini sudah 2 kali bolak balik dari penyidik ke Jaksa.
Ketua Tim penerima aspirasi DPRD Wajo, Taqwa Gaffar SH,
menyebut kasus ini bukan domain dari DPRD Wajo.
“Kasus ini bukan domain DPRD Wajo, karena sudah berproses
hukum, tapi tidak ada salahnya kita silaturahmi dan berdiskusi dalam forum
ini,” ujarnya.
Legislator fraksi Nasdem ini berharap, aparat penegak hukum
dapat memproses kasus ini sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Kami dari DPRD Wajo tetap berharap dan mempercayakan aparat
hukum untuk menyelesaikan kasus ini sesuai dengan prosedur yang berlaku,”
pungkasnya. (Adv)
Editor: Fhyr