DPRD Kabupaten Wajo menggelar RDP bahas polemik dampak Bendung Gerak Tempe
Wajo - Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Wajo menindaklanjuti aspirasi
masyarakat terkait kebijakan pembangunan Bendung Gerak Tempe yang diduga
membuat petani gagal panen selama 9 tahun, dengan menggelar Rapat Dengar
Pendapat (RDP) di ruang rapat paripurna DPRD Wajo, Selasa, (01/11/22).
RDP digelar dalam bentuk rapat gabungan komisi terbatas,
antara komisi II dan Komisi III DPRD Kabupaten Wajo. Hadir Dinas Perikanan
Kabupaten Wajo, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Wajo, Dinas
Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertahanan (PUPRP) Wajo, Bapelitbanda
Kabupaten Wajo, Camat Tempe, Camat Belawa, dan Camat Sabbangparu.
RDP ini dipimpin Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Wajo, Andi Senurdin
Husaini didampingi Wakil Ketua I Firmansyah Perkesi, Ketua Komisi II, dan Ketua
Komisi III.
Saat membuka RDP, Andi Senurdin mengucapkan terima kasih
atas kehadiran para undangan RDP terkait kebijakan pembangunan Bendung Gerak
Tempe. Mengingat hal ini sangat penting didiskusikan untuk mencari solusi.
Ketua Komisi II, Sudirman Meru dalam penyampaiannya bahwa sudah beberapa kali menerima aspirasi dan sudah tiga kali juga dirapatkan di Balai Pompengan Jeneberang. Lalu, Ketua Komisi III, Taqwa Gaffar mengatakan, perlu memang dilakukan penelitian lebih lanjut karena masyarakat selama ini merasa sangat dirugikan dan itulah pentingnya kehadiran Balai Pompengan Jeneberang.
"Salah satu pertimbangan pemerintah mempertahankan Bendung
Gerak Tempe karena kebutuhan air PDAM yang harus melayani warga Sabbangparu, Tempe, dan Tanasitolo. Besok
akan turun tim dari Komisi B DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Kita butuh kesabaran dulu menunggu kajian,”
ujarnya.
Sementara, Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Wajo, Asri Jaya A Latif, juga membenarkan kalau Komisi B akan meninjau langsung Bendung Gerak Tempe dan itu juga akan dinantikan hasilnya apa dari kunjungan itu.
“Saya sampaikan juga kalau Wajo akan menjadi tuan rumah acara
tudang sipulung, dengan tujuan
mencari solusi dampak Bendung Gerak Tempe dan dihadiri tiga kabupaten
yang masuk dalam penerima manfaat
Bendung Gerak Tempe," kata Asri Jaya A Latif.
Perwakilan Balai Besar Pompengan Jeneberang, Nurlela
menyampaikan, pintu Bendung Gerak Tempe selama
2 tahun tidak pernah diturunkan atau ditutup. Karena debit air tidak
pernah kurang dari plus lima di atas permukaan laut.
Sementara, Ketua Pelita Hukum Independen (PHI) Kabupaten
Wajo, Sudirman menegaskan bahwa penerapan batas air elevasi 5 tidak bisa
diterapkan sebelum pihak Balai memenuhi 4 unsur.
“Balai harus dulu menerapkan ini 4 objek jika mau proram
berjalan lancar. Yang pertama, Pembangunan Bendung Gerak Tempe yang sudah jadi.
Kedua, pengerukan Danau Tempe, ketiga, normalisasi Sungai Walennae sampai Teluk
Bone, dan yang keempat, reboisasi sepanjang kabupaten yang bermuara ke Danau
Tempe," terang Sudirman. (Adv)